Review Buku: PULANG by Tere Liye #2

Kali ini bakal review pemilik tulisan yang sama dengan sebelumnya, Tere Liye. Gak setebal yang sebelumnya namun menurutku ini cukup tebal juga. Aku juga gak ada gambaran bakal seperti apa isi cerita kali ini, lebih dari sebelumnya. Soalnya kalo yang sebelumnya kan ada gambaran dari potongan cerita di cover belakang. Kali ini di cover belakangnya malah singkat banget. Namun kejadian yang agak lucu adalah saat kakakku yang lihat cover dan judulnya tiba-tiba bilang, “eh ini cerita horor ya?”
Sejujurnya aku bahkan gak tau seorang Tere Liye pernah menulis dalam genre horor atau nggak, tapi rasa rasanya Tere Liye selalu nulis dalam cerita yang lebih realistis. Yah, bukan maksud mengatai horor itu gak realistis sih, tapi di zaman penuh teknologi sekarang ini udah banyak orang yang gak percaya hal-hal mistis gitu. Iya gak sih?
Oke, mari kita lanjut ke hal yang lebih penting. Masuk ke review.

Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Tempat terbit : Jakarta
Penerbit : Republika
Tahun terbit pertama : 2015
Jumlah halaman : 400
ISBN : 9786020822129

Sinopsis di cover belakang
 "Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

Kalo boleh jujur, aku jauh lebih suka cerita yang sebelumnya. Bolehlah ya banding bandingin, toh masih penulis yang sama dan ini pendapat pribadi. Hehe.
Kenapa? Karena genre nya lebih ke action. Aku udah pernah cerita aku gak suka genre fantasi? Nah, yang satu lagi adalah action. Tapi setidaknya kalo film action aku masih tertarik, mungkin masalahnya adalah karena kalo action dideskripsikan dengan kata-kata itu jadi complicated kelihatannya. Sedangkan kalo difilmkan cuma dalam beberapa detik terjadi semua gambaran itu gak usah dijelaskan panjang lebar. Well, semua novel juga begitu sih. Kalian tau sendirilah maksudku gimana ya..
Alasan satu lagi adalah, no romance. Aku sejujurnya nungguin sih, soalnya biasanya love story di novel doi ini beda dari novel-novel yang biasanya kubaca tapi ya sudahlah emang gak ada mau gimana lah ya #curhatanpatahhati.

Tapi itu semua cuma pendapat pribadi ya teman-teman. Novel Tere Liye tetap penuh dengan renungan kok. Itu yang bikin banyak orang bertahan pada cerita sampai akhir. Pencarian kita ke cerita kali ini begitu juga. Kita bakal bertahan membaca karena udah terbawa sama cerita si tokoh utama kayak pencarian jati diri gitu.
Oke, masuk ke tokohnya aja. Kali ini pemeran utamanya fokus ke satu orang dan perjalanan hidupnya. Tokoh utamanya cowok. Anti mainstream banget. Di awal awal cerita hanya disebutkan namanya Bujang, semacam panggilan yang sering digunakan oleh orang tuanya. Mengutip isi pada novel, jika setiap manusia memiliki lima emosi yaitu bahagia, sedih, takut, jijik dan kemarahan, ia hanya punya empat emosi. Ia tidak memiliki rasa takut. Itu bukan gurauan, sebab ia tidak takut bahkan meski jika itu berarti ia sedang menantang maut seorang diri. Kalian bakal tau sendiri gimana beraninya seorang Bujang disini.

Bujang pada umur 15 tahun hanyalah seorang pemuda yang tidak menempuh pendidikan dan tinggal di pedalaman Sumatra. Ia bahkan tidak mengenal yang namanya alas kaki untuk digunakan. Ia terbiasa berlarian menyusuri ladang tadah hujan di sekitar rumahnya serta memasuki hutan secara diam-diam. Ibunya tidak pernah mengizinkan anaknya masuk ke hutan apalagi untuk berburu. Namun pengalaman pertama yang membawanya untuk lebih mengenal dunia luas adalah ketika ayahnya memanggil para pemburu ke kampungnya untuk memburu babi hutan yang sudah menyusahkan warga karena merusak panen mereka. Disini akhirnya ayahnya membujuk ibunya untuk membiarkan Bujang ikut masuk memburu bersama para pemburu tersebut.

Singkat cerita, Bujang meninggalkan kampung karena direkrut oleh si pemburu ini. Sebut saja nama si pemburu (pemimpinnya) ini Tauke Muda. Tauke Muda sendiri sepertinya bukan sebuah nama tapi lebih seperti sebutan ‘Tuan’ dan semacamnya. Ayah dari Tauke Muda disebut Tauke Besar, soalnya. Dan begitu kekuasaan berganti ke Tauke Muda, lantas namanya berubah menjadi Tauke Besar. Gitu gitu deh.
Terus ternyata Tauke ini juga punya hubungan dengan ayahnya dahulu sehingga akhirnya mereka tertarik untuk membawa Bujang dan membesarkan dia. Jika kalian berpikir ia lantas dibesarkan di keluarga besar biasa, kalian salah. Bujang dididik di dalam lingkungan keluarga besar yang disebut Keluarga Tong. Di dalam Keluarga Tong terdiri dari banyak orang khususnya tukang pukul. Selebihnya pelayan, bagian keuangan, logistik, medis dan berbagai macam orang-orang yang diperlukan untuk kegiatan di dalam rumah itu. Tepatnya lagi, markas besar Keluarga Tong.
Aku gak begitu mengerti tentang dunia perekonomian dan istilah-istilahnya. Tapi kalo kalian anak ekonomi mungkin kalian pernah dengar tentang istilah ‘shadow economy’? Nah, jenis perekonomian itulah yang dijalankan Keluarga Tong.
Lagi, aku yang amatir tentang hal-hal seperti ini masih bingung dengan tujuan utama Keluarga Tong. Kalo mudahnya aku bakal bilang mereka menjalankan banyak bisnis yang sebenarnya bisa disebut cara dari dunia hitam untuk menguasai daerah tertentu. Terus mereka juga mengendalikan banyak hal dalam dunia perekonomian bahkan politik. Persis seperti namanya, ‘shadow economy’ bergerak seperti bayangan. Gak banyak orang yang tau bahwa dibalik perekonomian yang berjalan ada mereka dibalik layar.

Kisah ini bakal membawa kalian maju mundur (alurnya memang flashback) dengan kehidupan Bujang. Nantinya dia bakalan bersekolah tinggi, menjadi sarjana, lalu meraih dua gelar master di Amerika. Menjadi orang dengan pendidikan yang tinggi namun juga menjadi bagian dari Keluarga Tong, menjadi tukang pukul.
Kita bakal tau legenda dibalik kuatnya nama leluhur Bujang di masa lalu. Bisikkan nama kakeknya satu kali di lepau tuak, maka satu kota akan memadamkan lampu karena gentar. Sebutkan nama kakeknya satu kali di balai bambu maka satu kota bergegas mengunci jendela dan pintu, meringkut takut di dalam kamar.
Ibunya ini diceritakan dari awal adalah orang yang dulunya paham agama karena keturunan ulama besar di daerahnya itu, terus karena ada ‘konflik’ dengan orang tuanya sebelum ibu si Bujang ini menikah, makanya ayah si Bujang melarang ibunya beribadah seperti dulu. Termasuk ayahnya akan memecut Bujang kalau kedapatan sedang mempelajari cara-cara ibadah dari ibunya. Yang bikin keren dari cerita ini adalah meski si Bujang sendiri bukan orang yang paham agama, dia terus ingat pesan ibunya. Ia membiarkan perutnya bersih dari hal-hal yang diharamkan agama. Tidak menyentuh alkohol, daging babi dan lainnya. Seharusnya itu hal yang sulit dilakukan untuk orang-orang yang berkecimpung dalam dunia hitam.

Udah berasa serunya? Kalo belum maka kalian harus baca novel ini sampai akhir. Persamaan yang khas dengan novel Rindu adalah sebelum mencapai ending ada klimaks yang seru banget. Yang kalo kalian udah berhenti membaca di tengah-tengah cerita bakal sayang banget kelewat ini deh. Berhubung aku gak bakal spoiler, aku hanya menyampaikan hal-hal kecilnya aja.


Nah nah, review kali ini kututup sampai disini. Meski review aku gak pernah memuaskan, soalnya aku cerita sesuka hati doang semoga kalian tertarik membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: RINDU by Tere Liye #1

Ngomong Sendiri

'Scientist to be' Talking About Islam